Thursday, April 29, 2010

Hewan dan tanaman dilindungi di Indonesia

Daftar Satwa dan Tanaman Yang dilindungi

LAMPIRAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 7 TAHUN 1999
TANGGAL 27 JANUARI 1999

Jenis-jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi
No. Nama Ilmiah Nama Indonesia
SATWA
I. MAMALIA (Menyusui)
1 Anoa depressicornis Anoa dataran rendah, Kerbau pendek
2 Anoa quarlesi Anoa pegunungan
3 Arctictis binturong Binturung
4 Arctonyx collaris Pulusan
5 Babyrousa babyrussa Babirusa
6 Balaenoptera musculus Paus biru
7 Balaenoptera physalus Paus bersirip
8 Bos sondaicus Banteng
9 Capricornis sumatrensis Kambing Sumatera
10 Cervus kuhli; Axis kuhli Rusa Bawean
11 Cervus spp. Menjangan, Rusa sambar (semua jenis dari genus Cervus)
12 Cetacea Paus (semua jenis dari famili Cetacea)
13 Cuon alpinus Ajag
14 Cynocephalus variegatus Kubung, Tando, Walangkekes
15 Cynogale bennetti Musang air
16 Cynopithecus niger Monyet hitam Sulawesi
17 Dendrolagus spp. Kanguru pohon (semua jenis dari genus Dendrolagus)
18 Dicerorhinus sumatrensis Badak Sumatera
19 Dolphinidae Lumba-lumba air laut (semua jenis dari famili Dolphinidae)
20 Dugong dugon Duyung
21 Elephas indicus Gajah
22 Felis badia Kucing merah
23 Felis bengalensis Kucing hutan, Meong congkok
24 Felis marmorota Kuwuk
25 Felis planiceps Kucing dampak
26 Felis temmincki Kucing emas
27 Felis viverrinus Kucing bakau
28 Helarctos malayanus Beruang madu
29 Hylobatidae Owa, Kera tak berbuntut (semua jenis dari famili Hylobatidae)
30 Hystrix brachyura Landak
31 Iomys horsfieldi Bajing terbang ekor merah
32 Lariscus hosei Bajing tanah bergaris
33 Lariscus insignis Bajing tanah, Tupai tanah
34 Lutra lutra Lutra
35 Lutra sumatrana Lutra Sumatera
36 Macaca brunnescens Monyet Sulawesi
37 Macaca maura Monyet Sulawesi
38 Macaca pagensis Bokoi, Beruk Mentawai
39 Macaca tonkeana Monyet jambul
40 Macrogalidea musschenbroeki Musang Sulawesi
41 Manis javanica Trenggiling, Peusing
42 Megaptera novaeangliae Paus bongkok
43 Muntiacus muntjak Kidang, Muncak
44 Mydaus javanensis Sigung
45 Nasalis larvatus Kahau, Bekantan
46 Neofelis nebulusa Harimau dahan
47 Nesolagus netscheri Kelinci Sumatera
48 Nycticebus coucang Malu-malu
49 Orcaella brevirostris Lumba-lumba air tawar, Pesut
50 Panthera pardus Macan kumbang, Macan tutul
51 Panthera tigris sondaica Harimau Jawa
52 Panthera tigris sumatrae Harimau Sumatera
53 Petaurista elegans Cukbo, Bajing terbang
54 Phalanger spp. Kuskus (semua jenis dari genus Phalanger)
55 Pongo pygmaeus Orang utan, Mawas
56 Presbitys frontata Lutung dahi putih
57 Presbitys rubicunda Lutung merah, Kelasi
58 Presbitys aygula Surili
59 Presbitys potenziani Joja, Lutung Mentawai
60 Presbitys thomasi Rungka
61 Prionodon linsang Musang congkok
62 Prochidna bruijni Landak Irian, Landak semut
63 Ratufa bicolor Jelarang
64 Rhinoceros sondaicus Badak Jawa
65 Simias concolor Simpei Mentawai
66 Tapirus indicus Tapir, Cipan, Tenuk
67 Tarsius spp. Binatang hantu, Singapuar (semua jenis dari genus Tarsius)
68 Thylogale spp. Kanguru tanah (semua jenis dari genus Thylogale)
69 Tragulus spp. Kancil, Pelanduk, Napu (semua jenis dari genus Tragulus)
70 Ziphiidae Lumba-lumba air laut (semua jenis dari famili Ziphiidae)

II. AVES (Burung)
71 Accipitridae Burung alap-alap, Elang (semua jenis dari famili Accipitridae)
72 Aethopyga exima Jantingan gunung
73 Aethopyga duyvenbodei Burung madu Sangihe
74 Alcedinidae Burung udang, Raja udang (semua jenis dari famili Alcedinidae)
75 Alcippe pyrrhoptera Brencet wergan
76 Anhinga melanogaster Pecuk ular
77 Aramidopsis plateni Mandar Sulawesi
78 Argusianus argus Kuau
79 Bubulcus ibis Kuntul, Bangau putih
80 Bucerotidae Julang, Enggang, Rangkong, Kangkareng (semua jenis dari famili Bucerotidae)
81 Cacatua galerita Kakatua putih besar jambul kuning
82 Cacatua goffini Kakatua gofin
83 Cacatua moluccensis Kakatua Seram
84 Cacatua sulphurea Kakatua kecil jambul kuning
85 Cairina scutulata Itik liar
86 Caloenas nicobarica Junai, Burung mas, Minata
87 Casuarius bennetti Kasuari kecil
88 Casuarius casuarius Kasuari
89 Casuarius unappenddiculatus Kasuari gelambir satu, Kasuari leher kuning
90 Ciconia episcopus Bangau hitam, Sandanglawe
91 Colluricincla megarhyncha Burung sohabe coklat
92 Crocias albonotatus Burung matahari
93 Ducula whartoni Pergam raja
94 Egretta sacra Kuntul karang
95 Egretta spp. Kuntul, Bangau putih (semua jenis dari genus Egretta)
96 Elanus caerulleus Alap-alap putih, Alap-alap tikus
97 Elanus hypoleucus Alap-alap putih, Alap-alap tikus
98 Eos histrio Nuri Sangir
99 Esacus magnirostris Wili-wili, Uar, Bebek laut
100 Eutrichomyias rowleyi Seriwang Sangihe
101 Falconidae Burung alap-alap, Elang (semua jenis dari famili Falconidae)
102 Fregeta andrewsi Burung gunting, Bintayung
103 Garrulax rufifrons Burung kuda
104 Goura spp. Burung dara mahkota, Burung titi, Mambruk (semua jenis dari genus Goura)
105 Gracula religiosa mertensi Beo Flores
106 Gracula religiosa robusta Beo Nias
107 Gracula religiosa venerata Beo Sumbawa
108 Grus spp. Jenjang (semua jenis dari genus Grus)
109 Himantopus himantopus Trulek lidi, Lilimo
110 Ibis cinereus Bluwok, Walangkadak
111 Ibis leucocephala Bluwok berwarna
112 Lorius roratus Bayan
113 Leptoptilos javanicus Marabu, Bangau tongtong
114 Leucopsar rothschildi Jalak Bali
115 Limnodromus semipalmatus Blekek Asia
116 Lophozosterops javanica Burung kacamata leher abu-abu
117 Lophura bulweri Beleang ekor putih
118 Loriculus catamene Serindit Sangihe
119 Loriculus exilis Serindit Sulawesi
120 Lorius domicellus Nori merah kepala hitam
121 Macrocephalon maleo Burung maleo
122 Megalaima armillaris Cangcarang
123 Megalaima corvina Haruku, Ketuk-ketuk
124 Megalaima javensis Tulung tumpuk, Bultok Jawa
125 Megapoddidae Maleo, Burung gosong (semua jenis dari famili Megapododae)
126 Megapodius reintwardtii Burung gosong
127 Meliphagidae Burung sesap, Pengisap madu (semua jenis dari famili Meliphagidae)
128 Musciscapa ruecki Burung kipas biru
129 Mycteria cinerea Bangau putih susu, Bluwok
130 Nectariniidae Burung madu, Jantingan, Klaces (semua jenis dari famili Nectariniidae)
131 Numenius spp. Gagajahan (semua jenis dari genus Numenius)
132 Nycticorax caledonicus Kowak merah
133 Otus migicus beccarii Burung hantu Biak
134 Pandionidae Burung alap-alap, Elang (semua jenis dari famili Pandionidae)
135 Paradiseidae Burung cendrawasih (semua jenis dari famili Paradiseidae)
136 Pavo muticus Burung merak
137 Pelecanidae Gangsa laut (semua jenis dari famili Pelecanidae)
138 Pittidae Burung paok, Burung cacing (semua jenis dari famili Pittidae)
139 Plegadis falcinellus Ibis hitam, Roko-roko
140 Polyplectron malacense Merak kerdil
141 Probosciger aterrimus Kakatua raja, Kakatua hitam
142 Psaltria exilis Glatik kecil, Glatik gunung
143 Pseudibis davisoni Ibis hitam punggung putih
144 Psittrichas fulgidus Kasturi raja, Betet besar
145 Ptilonorhynchidae Burung namdur, Burung dewata
146 Rhipidura euryura Burung kipas perut putih, Kipas gunung
147 Rhipidura javanica Burung kipas
148 Rhipidura phoenicura Burung kipas ekor merah
149 Satchyris grammiceps Burung tepus dada putih
150 Satchyris melanothorax Burung tepus pipi perak
151 Sterna zimmermanni Dara laut berjambul
152 Sternidae Burung dara laut (semua jenis dari famili Sternidae)
153 Sturnus melanopterus Jalak putih, Kaleng putih
154 Sula abbotti Gangsa batu aboti
155 Sula dactylatra Gangsa batu muka biru
156 Sula leucogaster Gangsa batu
157 Sula sula Gangsa batu kaki merah
158 Tanygnathus sumatranus Nuri Sulawesi
159 Threskiornis aethiopicus Ibis putih, Platuk besi
160 Trichoglossus ornatus Kasturi Sulawesi
161 Tringa guttifer Trinil tutul
162 Trogonidae Kasumba, Suruku, Burung luntur
163 Vanellus macropterus Trulek ekor putih

III. REPTILIA (Melata)
164 Batagur baska Tuntong
165 Caretta caretta Penyu tempayan
166 Carettochelys insculpta Kura-kura Irian
167 Chelodina novaeguineae Kura Irian leher panjang
168 Chelonia mydas Penyu hijau
169 Chitra indica Labi-labi besar
170 Chlamydosaurus kingii Soa payung
171 Chondropython viridis Sanca hijau
172 Crocodylus novaeguineae Buaya air tawar Irian
173 Crocodylus porosus Buaya muara
174 Crocodylus siamensis Buaya siam
175 Dermochelys coriacea Penyu belimbing
176 Elseya novaeguineae Kura Irian leher pendek
177 Eretmochelys imbricata Penyu sisik
178 Gonychephalus dilophus Bunglon sisir
179 Hydrasaurus amboinensis Soa-soa, Biawak Ambon, Biawak pohon
180 Lepidochelys olivacea Penyu ridel
181 Natator depressa Penyu pipih
182 Orlitia borneensis Kura-kura gading
183 Python molurus Sanca bodo
184 Phyton timorensis Sanca Timor
185 Tiliqua gigas Kadal Panan
186 Tomistoma schlegelii Senyulong, Buaya sapit
187 Varanus borneensis Biawak Kalimantan
188 Varanus gouldi Biawak coklat
189 Varanus indicus Biawak Maluku
190 Varanus komodoensis Biawak komodo, Ora
191 Varanus nebulosus Biawak abu-abu
192 Varanus prasinus Biawak hijau
193 Varanus timorensis Biawak Timor
194 Varanus togianus Biawak Togian

IV. INSECTA (Serangga)
195 Cethosia myrina Kupu bidadari
196 Ornithoptera chimaera Kupu sayap burung peri
197 Ornithoptera goliath Kupu sayap burung goliat
198 Ornithoptera paradisea Kupu sayap burung surga
199 Ornithoptera priamus Kupu sayap priamus
200 Ornithoptera rotschldi Kupu burung rotsil
201 Ornithoptera tithonus Kupu burung titon
202 Trogonotera brookiana Kupu trogon
203 Troides amphrysus Kupu raja
204 Troides andromanche Kupu raja
205 Troides criton Kupu raja
206 Troides haliphron Kupu raja
207 Troides helena Kupu raja
208 Troides hypolitus Kupu raja
209 Troides meoris Kupu raja
210 Troides miranda Kupu raja
211 Troides plato Kupu raja
212 Troides rhadamantus Kupu raja
213 Troides riedeli Kupu raja
214 Troides vandepolli Kupu raja

V. PISCES (Ikan)
215 Homaloptera gymnogaster Selusur Maninjau
216 Latimeria chalumnae Ikan raja laut
217 Notopterus spp. Belida Jawa, Lopis Jawa (semua jenis dari genus Notopterus)
218 Pritis spp. Pari Sentani, Hiu Sentani (semua jenis dari genus Pritis)
219 Puntius microps Wader goa
220 Scleropages formasus Peyang malaya, Tangkelasa
221 Scleropages jardini Arowana Irian, Peyang Irian, Kaloso

VI. ANTHOZOA
222 Anthiphates spp. Akar bahar, Koral hitam (semua jenis dari genus Anthiphates)

VII. BIVALVIA
223 Birgus latro Ketam kelapa
224 Cassis cornuta Kepala kambing
225 Charonia tritonis Triton terompet
226 Hippopus hippopus Kima tapak kuda, Kima kuku beruang
227 Hippopus porcellanus Kima Cina
228 Nautilus popillius Nautilus berongga
229 Tachipleus gigas Ketam tapak kuda
230 Tridacna crocea Kima kunia, Lubang
231 Tridacna derasa Kima selatan
232 Tridacna gigas Kima raksasa
233 Tridacna maxima Kima kecil
234 Tridacna squamosa Kima sisik, Kima seruling
235 Trochus niloticus Troka, Susur bundar
236 Turbo marmoratus Batu laga, Siput hijau

TUMBUHAN
I. PALMAE
237 Amorphophallus decussilvae Bunga bangkai jangkung
238 Amorphophallus titanum Bunga bangkai raksasa
239 Borrassodendron borneensis Bindang, Budang
240 Caryota no Palem raja/Indonesia
241 Ceratolobus glaucescens Palem Jawa
242 Cystostachys lakka Pinang merah Kalimantan
243 Cystostachys ronda Pinang merah Bangka
244 Eugeissona utilis Bertan
245 Johanneste ijsmaria altifrons Daun payung
246 Livistona spp. Palem kipas Sumatera (semua jenis dari genus Livistona)
247 Nenga gajah Palem Sumatera
248 Phoenix paludosa Korma rawa
249 Pigafatta filaris Manga
250 Pinanga javana Pinang Jawa

II. RAFFLESSIACEA
251 Rafflesia spp. Rafflesia, Bunga padma (semua jenis dari genus Rafflesia)

III. ORCHIDACEAE
252 Ascocentrum miniatum Anggrek kebutan
253 Coelogyne pandurata Anggrek hitam
254 Corybas fornicatus Anggrek koribas
255 Cymbidium hartinahianum Anggrek hartinah
256 Dendrobium catinecloesum Anggrek karawai
257 Dendrobium d'albertisii Anggrek albert
258 Dendrobium lasianthera Anggrek stuberi
259 Dendrobium macrophyllum Anggrek jamrud
260 Dendrobium ostrinoglossum Anggrek karawai
261 Dendrobium phalaenopsis Anggrek larat
262 Grammatophyllum papuanum Anggrek raksasa Irian
263 Grammatophyllum speciosum Anggrek tebu
264 Macodes petola Anggrek ki aksara
265 Paphiopedilum chamberlainianum Anggrek kasut kumis
266 Paphiopedilum glaucophyllum Anggrek kasut berbulu
267 Paphiopedilum praestans Anggrek kasut pita
268 Paraphalaenopsis denevei Anggrek bulan bintang
269 Paraphalaenopsis laycockii Anggrek bulan Kaliman Tengah
270 Paraphalaenopsis serpentilingua Anggrek bulan Kaliman Barat
271 Phalaenopsis amboinensis Anggrek bulan Ambon
272 Phalaenopsis gigantea Anggrek bulan raksasa
273 Phalaenopsis sumatrana Anggrek bulan Sumatera
274 Phalaenopsis violacose Anggrek kelip
275 Renanthera matutina Anggrek jingga
276 Spathoglottis zurea Anggrek sendok
277 Vanda celebica Vanda mungil Minahasa
278 Vanda hookeriana Vanda pensil
279 Vanda pumila Vanda mini
280 Vanda sumatrana Vanda Sumatera

IV. NEPHENTACEAE
281 Nephentes spp. Kantong semar (semua jenis dari genus Nephentes)

V. DIPTEROCARPACEAE
282 Shorea stenopten Tengkawang
283 Shorea stenoptera Tengkawang
284 Shorea gysberstiana Tengkawang
285 Shorea pinanga Tengkawang
286 Shorea compressa Tengkawang
287 Shorea semiris Tengkawang
288 Shorea martiana Tengkawang
289 Shorea mexistopteryx Tengkawang
290 Shorea beccariana Tengkawang
291 Shorea micrantha Tengkawang
292 Shorea palembanica Tengkawang
293 Shorea lepidota Tengkawang
294 Shorea singkawang Tengkawang

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE
SEKRETARIAT KABINET RI
Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan I
ttd
Lambock V. Nahattands

Tuesday, April 27, 2010

Anoa quarlesi (Anoa pegunungan)

Anoa quarlesi (Anoa pegunungan)/Bubalus quarlesi (Mountain Anoa, Mountain Anoa)


Klasifikasi ilmiah

Domain: Eukaryota - Whittaker & Margulis,1978, Kingdom: Animalia - Linnaeus, 1758 - animals , Subkingdom: Bilateria (Hatschek, 1888) Cavalier-Smith, 1983 , Branch: Deuterostomia - Grobben, 1908, Infrakingdom: Chordonia - (Haeckel, 1874) Cavalier-Smith, 1998 , Phylum: Chordata - Bateson, 1885 - Chordates , Subphylum: Vertebrata - Cuvier, 1812 - Vertebrates , Infraphylum: Gnathostomata - Auct. - Jawed Vertebrates , Superclass: Tetrapoda - Goodrich, 1930, Class: Mammalia - C. Linnaeus, 1758 – Mammals, Subclass: Theriiformes - (Rowe, 1988) M.c. Mckenna & S.k. Bell, 1997, Infraclass: Holotheria - (Wible Et Al., 1995) M.c. Mckenna & S.k. Bell, 1997, Superlegion: Trechnotheria - Mckenna, 1975, Legion: Cladotheria - Mckenna, 1975, Sublegion: Zatheria - Mckenna, 1975 , Infralegion: Tribosphenida - (Mckenna, 1975) M.c. Mckenna & S.k. Bell, 1997, Supercohort: Theria - (Parker & Haswell, 1897) M.c. Mckenna & S.k. Bell, 1997, Cohort: Placentalia - (Owen, 1837) M.c. Mckenna & S.k. Bell, 1997, Magnorder: Epitheria - (Mckenna, 1975) M.c. Mckenna & S.k. Bell, 1997, , Superorder: Preptotheria - (Mckenna, 1975) Mckenna, in Stucky & Mckenna, in Benton, Ed., 1993, Grandorder: Ungulata - (C. Linnaeus, 1766) Mckenna, 1975, Mirorder: Eparctocyona - Mckenna, 1975, Order: Artiodactyla - Owen, 1848 - Even-Toed Ungulates, Suborder: Ruminantia - Scopoli, 1777, Superfamily: Bovoidea - (Gray, 1821) Simpson, 1931, Family: Bovidae - Gray, 1821, Subfamily: Bovinae , Tribe: Bovini, Genus: Bubalus - C.H. Smith in Griffith et al., 1827, Specific name: quarlesi - (Ouwens, 1910), Scientific name: - Bubalus quarlesi (Ouwens, 1910)

Habitat


Bioma: Terrestrial

Sedikit sekali pengetahuan kita mengenai ekologi dan kehidupan Anoa (Burton dkk. 2005). Hewan ini sering kali didapati pada hutan yang rapat yang sangat berbeda dengan habitat sub alpin yang relatif terbuka, dan lebih menyenangi habitat dibawah naungan vegetasi yang rapat.(Foead, 1992; Sugiharta, 1994; G. Semiadi pers.comm. 2006). Anoa pegunungan ini menyenangi tempat dengan air yang cukup, dan jauh dari aktifitas manumur. Seperti halnya kerbau liar, Anoa senang berendam di genangan air yang berlumpur. Hal ini dilakukan kemungkinan untuk mendapatkan mineral yang dibutuhkan dengan cara menjilat (lick) , meskipun juga dilaporkan Anoa sering juga meminum air laut, untuk mendapatkan cukup mineral yang diperlukan pada daerah yang dirasakan kurang mineral. Hewan ini hidup soliter dan pemakan hijauan/dedaunan (browser), tetapi seringng kali merumput di padangan dan memakan tanaman lainnya (Whitten et al.,1987; Foead, 1992). Anoa dapat hidup dipenangkaran sampai berumur 20 – 30 tahun, dengan masak kelamin (sexual maturity) di penangkaran umur 2 – 3 tahun, dan beranak sekali setahun (NRC, 1983; Jahja, 1987), meskipun di habitat alaminya, keadaannya tidak sebaik itu.

Termasuk dalam jenis Bubalus, ada 17 spesies, yaitu:

B. brachyceros · B. bubalis (Asian Buffalo) · B. bubalis arnee · B. bubalis bubalis · B. bubalis fulvus · B. bubalis hosei · B. bubalus · B. depressicornis (Anoa) · B. depressicornis depressicornis · B. mephistopheles (Short-Horned Water Buffalo) · B. mindorensis (Tamarau) · B. palaeindicus · B. palaeokerabau · B. quarlesi (Mountain Anoa) · B. teilhardi · B. wansjocki · B. youngi

Perilaku makan dan vegetasi pakan Anoa

Pujaningsih (2008) menyatakan dalam blognya, bahwa Fadjar (1973) mendapati di tempat penangkarannya di Kebun Binatang Ragunan Jakarta anoa diberi makan rumput, dedaunan dan buah-buahan. Pemberian jenis pakan tersebut berdasarkan informasi dari penduduk asal anoa ditangkap (Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara). Whitten et al. (1987) menginformasikan bahwa anoa mengkonsumsi biji dari tumbuhan Lithocarpus sp, Castanopsis sp dan Leptospermum sp. Para peneliti Jerman yang berkolaborasi dengan peneliti dari Institut Pertanian Bogor dan Universitas Tadulako pada periode tahun 2000-2003 menduga bahwa anoa turut berperan dalam penyebaran spesies tumbuhan tersebut melalui biji yang dimakan tetapi tidak tercerna dan terekskresikan pada proses defekasi anoa.

Penelitian tentang ekologi dan konservasi anoa dataran rendah telah dilakukan oleh Mustari (1996) di Suaka Margasatwa Tanjung Amolengu Sulawesi Tenggara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 33 spesies vegetasi yang diduga dikonsumsi oleh anoa di lokasi tersebut. Bagian vegetasi yang diduga dikonsumsi oleh anoa meliputi dedaunan dan batang tanaman muda, buah-buahan masak dan umbi tanaman.

Winenang (1996) menyatakan bahwa belum banyak penelitian yang dilakukan tentang Perilaku makan dan jenis pakan anoa. Pengamatan langsung yang dilakukan di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone Sulawesi Utara menginformasikan dugaan bahwa anoa di habitatnya mengkonsumsi dedaunan dari semak-semak muda, sedangkan di tempat penangkaran beradaptasi dengan pakan berupa rerumputan. Kebutuhan nutrisi anoa di Kebun Binatang Ragunan Jakarta diteliti oleh Mustari (1997) dengan metode penghitungan konsumsi pakan

Analisis komposisi pakan anoa di TNLL Sulawesi Tengah dilakukan oleh Labiro (2001) menggunakan metode pengamatan langsung berdasarkan bekas senggutan, kotoran dan jejak kaki anoa yang terdapat di lokasi vegetasi. Informasi yang diperoleh merekomendasikan bahwa TNLL memiliki potensi cukup besar dalam menyediakan vegetasi pakan untuk anoa. Pada tahun 1992 Foead juga telah mencoba mengidentifikasi jenis pakan alami anoa di Taman Nasional Lore Lindu dengan menggunakan kombinasi pengamatan langsung dan analisis faecal. Tetapi karena terbatasnya referensi sampel epidermis vegetasi maka informasi direkomendasikan sebatas prosentase vegetasi dikotil dan monokotil yang teridentifikasi dikonsumsi oleh anoa.

Mustari (2003b) dalam disertasinya menggunakan metode langsung dan tidak langsung untuk mendapatkan informasi jenis pakan anoa di habitatnya di Suaka Margasatwa Tanjung Peropa dan Tanjung Amolengu Sulawesi Tenggara. Metode langsung dilakukan melalui pengamatan vegetasi di habitat anoa berdasarkan bekas senggutan, kotoran dan jejak kaki anoa, sedangkan metode tidak langsung dengan menganalisis kotoran anoa untuk mengidentifikasi vegetasi yang telah dikonsumsi oleh satwa tersebut. Identifikasi pakan anoa dengan metode pengamatan langsung di Desa Toro wilayah TNLL Sulawesi Tengah dan identifikasi teknologi pengolahan pakan anoa dilakukan oleh Pujaningsih et al. (2005).

Berdasarkan informasi tentang identifikasi pakan anoa di berbagai daerah di pulau Sulawesi dapat diambil kesimpulan sementara bahwa anoa mengkonsumsi pakan dengan kadar protein rendah, kandungan serat kasar tinggi dan kandungan air yang relatif tinggi. Anoa juga mudah diadaptasikan dengan pakan yang terdapat di sekitar satwa tersebut tinggal (in situ maupun ex situ). Meskipun demikian kontinyuitas kualitas dan kuantitas pakan sangat diperlukan anoa untuk menjamin kebutuhan hidup pokok, produksi dan reproduksinya dalam potensinya sebagai satwa budidaya. Didukung oleh informasi yang ada maka penelitian tentang teknologi penyediaan dan pengolahan pakan anoa yang aplikatif perlu dilakukan untuk membantu upaya penyediaan pakan dalam rangka konservasi anoa dan pemanfaatannya sebagai satwa budidaya. Kebutuhan pakan yang tepat dan kontinyu baik kualitas maupun kuantitas bagi anoa akan sangat membantu penampilan fisik dan proses reproduksinya.

Daftar Pustaka:

Pujaningsih, R.I. (2008). Perkembangan Penelitian di bidang vegetasi pakan

alami


Anoa.

http://research-ardhana.blogspot.htm, diakses pada 30

Ju ni 2008

Friday, January 30, 2009

Aktifitas Harian Rusa Jawa (Cervus timorensis) yang Dipelihara di Penangkaran



Aktifitas Harian Rusa Jawa (Cervus timorensis) yang Dipelihara di Penangkaran

Daily Activity of Javan Deer (Cervus timorensis) in Captivity

Deden Ismail,

Universitas Mahasaraswati Denpasar

2008

Intisari

Penelitian aktifitas harian pada beberapa jenis satwa liar di habitat alami sudah banyak dilakukan, tetapi penelitian mengenai aktifitas harian pada Rusa Jawa Cervus timorensis) di penangkaran khususnya pada penangkaran rusa di Indonesia sangat sedikit sekali dilakukan. Hal ini disebabkan karena penangkaran rusa sangat terbatas jumlahnya, selain itu banyak orang yang tidak mengetahui bahwa rusa sudah bisa ditangkarkan sebagai ternak masa depan.

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi aktifitas harian pada Rusa Jawa yang dipelihara di penangkaran dengan manajemen yang berbeda, selain itu juga untuk membandingkan dengan aktifitas harian jenis rusa lainnya di tempat lain.

Penelitian ini dilakukan pada dua lokasi penangkaran yaitu di Penelitian dilakukan pada dua lokasi yaitu: 1) Penangkaran Rusa BKPH (Blok Kesatuan Pemangkuan Hutan) Jonggol, RPH (Resor Pemangkuan Hutan) Cariu, Cariu Kabupaten Bogor dan 2) Penangkaran Rusa Ranca Upas, BKPH Tambak Ruyung Timur, KPH Bandung Selatan, Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung

Penelitian ini berlangsung selama 1 (satu tahun) dari bulan November 1999 sampai dengan Oktober 2000, yang meliputi persiapan, penelitian lapang dan analisis data.

Persentase Penggunaan Waktu Aktifitas Harian Rusa Jawa di penangkaran Rusa Cariu dibandingkan Ranca Upas (dalam waktu 12 jam) sebagai berikut: istirahat 41,78% vs 54,19% * (P<0,05); style="">cut and carry): 10,47% vs 1,36% **(P<0,01)>Perbedaan ini disebabkan karena perbedaan manajemen penangkaran pada kedua penangkaran tersebut

PENDAHULUAN

Rusa dikenal sebagai hewan yang memiliki daya adaptasi tinggi terhadap lingkungan. Rusa merupakan grazer yang baik di padang rumput, dan pada areal yang ditumbuhi semak dan hutan, akan bersifat sebagai browser (Hoogerwerf, 1970 dalam Susanto, 1980; Sinclair, 1998). Tingginya daya adaptasi ini ditunjukkan pada habitat buatan seperti di kebun binatang dan di penangkaran dimana rusa dapat hidup dan berkembang biak

Aktifitas harian merupakan semua kegiatan yang biasa dilakukan satwa sehari-hari sejak keluar dari sarang atau tempat bermalam pada pagi hari sampai satwa tersebut masuk kembali ke dalam tempatnya bermalam (Alikodra, 1990). Yang termasuk kedalam aktifitas harian adalah aktifitas mencari makan, mencari perlindungan, aktifitas istirahat, berpindah tempat dan sebagian besar aktifitas lokomotorik lainnya. Aktifitas harian mengikuti ritme harian pada periode aktifnya (Barrett et al., 1986; Alikodra, 1990). Hewan cenderung hidup teratur dari hari ke hari, dan dalam keadaan normal, hewan akan melakukan kegiatan yang sama. Salah satu penyebabnya adalah ritme aktifitas, dan hal ini sebagian besar tidak tergantung pada rangsangan eksternal (Barrett et al., 1986).

Rusa Jawa di habitat aslinya merupakan satwaliar yang aktif pada siang hari, tetapi cepat dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan malam dan akan pergi ke tempat yang terbuka bila aman keadaannya. Rusa tersebut istirahat untuk berjemur pada jam 10.00 sampai jam 11.00 lalu berbaring di tempat yang kering sampai jam 13.30 dan setelah itu mulai makan rumput dan daun-daunan sampai pagi hari. Setelah aktif mencari makan dan beristirahat pada siang hari, rusa bergerak ke tempat tidur antara jam 14.00 sampai jam 16.00 dan rusa yang di padang rumput istirahat antara jam 13.00 – 17.00 lalu bergerak di sekitar padang rumput sampai malam hari antara jam 22.00 (Susanto, 1980). Sedangkan Junaeni (1995) dalam penelitiannya di Pulau Rinca, Taman Nasional Komodo NTT terhadap Rusa Jawa (Cervus timorensis floresiensis), menyatakan bahwa, rusa melakukan aktifitas hariannya dari jam 07.00 sampai jam 15.00 WITA di bagian lereng bukit, kemudian menuju puncak atau lembah, bila situasi tidak aman atau terdapat gangguan. Rusa pada umumnya suka berlari menuju ke lembah untuk menghindar dari musuh atau mencari perlindungan, karena daerah lembah tersebut merupakan hutan musim dengan kondisi vegetasi yang lebih rapat.

Selanjutnya, rusa di habitat aslinya di Pulau Rinca tersebut, aktifitas ingestive dan istirahat merupakan kegiatan yang paling banyak dilakukan oleh anak rusa pada suhu 320C dengan lama aktif masing-masing 192 menit dan 205 menit. Dalam suhu 320C pada siang hari sampai menjelang sore hari dengan kelembaban antara 83 – 86%, rusa lebih aktif menjalankan aktifitasnya. Hal ini diduga bahwa Rusa Jawa di Pulau Rinca tersebut sudah beradaptasi dengan kondisi kering dan panas, sehingga pada suhu tersebut bukanlah merupakan hambatan bagi rusa untuk beraktifitas, meskipun suhu di daerah tersebut dapat mencapai 430C (Junaeni, 1995), sedangkan di Pulau Peucang Taman Nasional Ujung Kulon, antara jam 10.30 – 13.30 sebanyak 68,80% rusa aktif mencari makan (Darnawi, 1994). Sebagai perbandingan Zhang (2000a) dalam penelitiannya terhadap Chinese Water Deer (Hydropotes inermis) di Whipsnade Wild Animal Park Inggris menyatakan bahwa antara jam 06.00 hingga 10.00 dan antara jam 17.00 hingga 21.00 pada musim semi dan musim panas merupakan puncak aktifitas makan rusa tersebut. Kebalikannya, antara jam 11.00 hingga 13.00 merupakan waktu rusa tersebut beristirahat di tempat yang teduh.

Selanjutnya Zhang (2000b) dalam penelitiannya juga terhadap Chinese Water Deer (Hydropotes inermis) menyatakan bahwa kegiatan makan merupakan kegiatan yang tertinggi yaitu sebesar 50,4% dari total waktu aktifitas harian, kemudian disusul dengan istirahat sebesar 37,2% dan kegiatan lainnya seperti berdiri, tingkah laku sosial, berjalan dan auto grooming sebesar 12,4% Hasil yang berbeda diperoleh dari penelitian Craigjead et al., (1973) terhadap Elk (Cervus elaphus canadensis) dengan menggunakan monitor radio selama 24 jam ternyata 46% dari total waktu digunakan untuk istirahat, 44% untuk makan, dan 10% untuk aktifitas lainnya. Adanya perubahan dan perbedaan musim berpengaruh terhadap waktu yang digunakan hewan untuk beraktifitas, ini terjadi karena adanya perubahan kebutuhan energi yang akan berpengaruh terhadap kebutuhan makanan (Morrier dan McNell, 1991; Defler, 1995).

Penelitian aktifitas harian Rusa Jawa yang dipelihara di penangkaran di Indonesia sangat jarang, karena penangkaran rusa di Indonesia sangat sedikit, selain itu karena penelitian tentang aktiftas harian (daily activity) seperti pada penelitian tingkah laku hewan oleh beberapa orang dianggap membosankan.

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi aktifitas harian pada Rusa Jawa yang dipelihara di penangkaran, selain itu juga untuk membandingkan dengan aktifitas harian jenis rusa lainnya di tempat lain

MATERI DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada dua lokasi yaitu:

1) Penangkaran Rusa BKPH (Blok Kesatuan Pemangkuan Hutan) Jonggol, RPH (Resor Pemangkuan Hutan) Cariu, Cariu Kabupaten Bogor dan 2) Penangkaran Rusa Ranca Upas, BKPH Tambak Ruyung Timur, KPH Bandung Selatan, Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung

Penelitian ini berlangsung selama 1 (satu tahun) dari bulan November 1999 sampai dengan Oktober 2000, yang meliputi persiapan, penelitian lapang dan analisis data.

Obyek Penelitian

Rusa Jawa yang berada di Penangkaran Rusa BKPH (Blok Kesatuan Pemangkuan Hutan) Jonggol, RPH (Resor Pemangkuan Hutan) Cariu, di Cariu Kabupaten Bogor, dan Penangkaran Rusa Ranca Upas, BKPH Tambak Ruyung Timur, KPH (Kesatuan Pemangkuan Hutan) Bandung Selatan, Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah: jam tangan; termometer; higrometer; kamera, untuk membuat foto dan foto slide; tape recorder, untuk merekam suara rusa; videocamera, untuk merekam tingkah laku seksual, makan dan pergerakan rusa; teropong binoculer; stopwatch; tally counter; kantong plastik tempat sampel tanaman makanan rusa Jawa (Cervus timorensis); kalkulator, pita ukur dan penggaris.

Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan Penelitian Kasus dan Penelitian Lapangan (Case Study and Field Research) (Ditjen Dikti, 1982). Berdasarkan sifatnya, maka penelitian ini termasuk Penelitian Eksploratif (Hadi, 1994). Sifat penelitian ini adalah secara mendalam dan tuntas mengamati suatu obyek penelitian

Analisis Data

Untuk analisis presentase penggunaan waktu aktifitas harian Rusa Jawa pada penagkaran Cariu dan Ranca Upas, dilakukan Uji Beda Mean dengan t test dengan SPSS release 11.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Aktifitas Harian Rusa

Aktifitas harian rusa di penangkaran Cariu dan Ranca Upas meliputi kegiatan: ingestive (makan dan minum); shelter seeking (mencari tempat berlindung dan beristirahat); investigatif (penyidikan atau memeriksa lingkungan); allelomimetik (tingkah laku meniru); agonistik (tingkah laku melawan); eliminatif (tingkah laku membuang kotoran); epimeletik (tingkah laku memelihara anaknya); et-epimeletik (tingkah laku minta dipelihara anak kepada induknya); tingkah laku seksual; tingkah laku bermain yaitu aktifitas yang dilakukan oleh anak rusa seperti berkejar-kejaran, saling tanduk menanduk dan melompat-lompat; pergerakan yaitu berpindah dari suatu lokasi menuju ke lokasi lain; dan aktifitas istirahat yaitu diam di bawah pohon atau semak-semak sambil rebahan, memamah biak dan tidur.

Dari aktifitas harian (dalam waktu 24 jam) yang diamati dalam penelitian ini, maka aktifitas harian rusa di Cariu secara umum, dapat dilihat pada Tabel 1, dan di Ranca Upas pada Tabel 2. Dari kedua tabel tersebut, terlihat bahwa aktifitas harian rusa di penangkaran rusa Cariu lebih bervariatif dibandingkan dengan rusa yang dipelihara di penangkaran Ranca Upas. Perbedaan aktifitas harian yang nampak ini, karena aktifitas harian mengikuti ritme harian pada periode aktifnya ( Barrett et al., 1986; Baluran National Park,1995; Alikodra, 1990).

Ritme harian yang berbeda ini disebabkan karena adanya manajemen pemeliharaan yang berbeda, dimana pada penangkaran rusa di Cariu mempunyai manajemen penangkaran yang lebih baik, yaitu dengan adanya interaksi sosial yang lebih baik antara pemelihara dan rusa yang dipelihara di penangkaran tersebut. Selain itu pula, dengan pemberian makanan yang diberikan pemelihara secara teratur, maka tingkah laku ternak rusa yang dipelihara di penangkaran Cariu terutama tingkah laku makan yang merupakan Classical conditioning (condition reflex) menyebabkan aktifitas hariannya lebih teratur.

Rusa di Cariu bergerombol di depan pintu pagar setiap hari, yaitu antara jam 05.30 - 06.00 WIB, jam 11.30 - 12.00 WIB dan jam 15.30 - 16.00 WIB yang merupakan waktu pemberian makan rusa. Pada waktu-waktu tersebut, rusa langsung mendekati pintu pagar dan menunggu pemberian makanan, sambil beristirahat. Tingkah laku yang sama juga dapat dilihat pada rusa yang dipelihara di Ranca Upas, dimana pada saat diberikan makan sore berupa ubi jalar, maka rusa mulai bergerak menuju pintu pagar untuk mulai makan ubi yang diberikan.

Tabel 1. Aktifitas Harian Rusa Jawa (dalam waktu 24 jam) di Penangkaran Cariu

Waktu (WIB)

Kegiatan

03.00 - 05.00

05.00 – 05.30

05.30 – 06.30

06.30 – 07.00

07.00 – 10.00

10.00 – 11.30

11.30 – 12.00

12.00 – 12.30

12.30 – 14.00

14.00 – 16.00

16.00 – 16.30

16.30 – 17.00

17.00 – 18.00

18.00 – 21.00

21.00 – 24.00

24.00 – 03.00

Rusa merumput di pedok

Rusa berpindah dan mencari makan di dekat pintu pagar sambil menunggu makan pagi

Istirahat sambil menunggu di depan pintu pagar kandang

Makan pagi

Merumput di pedok

Istirahat/sembunyi di semak-semak

Menunggu sambil istirahat di depan pintu pagar, menunggu diberi makan siang

Makan siang

Istirahat di bawah pohon dan sebagian di semak-semak

Merumput di pedok

Makan sore

Merumput di pedok

Menuju ke semak-semak di bagian utara kandang untuk istirahat

Rusa istirahat di semak-semak

Rusa istirahat di bagian tengah pedok

Rusa isitirahat dan berpindah di bagian selatan pagar di bawah pohon pinus

Tabel 2. Aktifitas Harian (dalam waktu 24 jam) Rusa Jawa di Penangkaran Ranca

Upas

Waktu (WIB)

Kegiatan

02.00 – 04.00 WIB

04.00 – 11.00 WIB

11.00 – 15.00 WIB

15.00 – 15.30 WIB

15.30 – 18.30 WIB

18.30 – 02.00 WIB

Merumput di pedok

Istirahat di semak-semak

Merumput di pedok

Makan ubi

Merumput di pedok

Istirahat di semak-semak

Terdapat perbedaan antara rusa di Cariu dan di Ranca Upas pada saat tiba waktunya memperoleh makanan yang diberikan pengelola, rusa di Cariu telah lebih siap menunggu dan bergerombol di depan pintu pagar sambil melenguh dan menimbulkan suara yang gaduh. Hal ini disebabkan oleh kebiasaan rusa menerima makanan pada saat tertentu, selain itu juga adanya tingkah laku saling meniru yang akan nampak pada kelompok atau populasi dengan kepadatan populasi yang tinggi. Jadi bila ada seekor rusa yang berteriak untuk menyatakan lapar, maka rusa yang lain akan mengikuti dengan suara yang bersahut-sahutan sehingga bila pengelola terlambat memberi makan sesuai dengan jadwal seperti biasanya, maka akan terjadi kegaduhan.

Di Ranca Upas, tingkah laku untuk menunggu pemberian makan pada jam 15.00 - 16.00 wib tidak nampak jelas seperti halnya di penangkaran rusa Cariu. Dan rusa yang dipelihara tidak sampai menimbulkan suara gaduh dan bergerombol seperti di Cariu. Hal ini antara lain disebabkan karena kepadatan populasi rusa di Ranca Upas jauh lebih rendah dibandingkan dengan di Cariu, sehingga tingkah laku meniru bila ada rusa yang mengeluarkan suara yang menyatakan lapar, tidak segera direspon oleh rusa lainnya. Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa rusa di Cariu relatif lebih jinak dan ketergantungan pada pemelihara lebih besar dibandingkan dengan rusa di Ranca Upas

Berdasarkan hasil penelitian di Cariu dan Ranca Upas, dalam waktu 12 jam (dari jam 06.00 hingga 18.00 WIB) persentase penggunaan waktu aktifitas harian (budgets daytime activity) oleh Rusa Jawa pada kedua lokasi penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.

Dari hasil penelitian pada ke dua tempat penangkaran tersebut menunjukkan bahwa kebanyakan dari total waktu yang digunakan oleh Rusa Jawa yang terbesar adalah untuk istirahat, kemudian untuk merumput di pedok, untuk kegiatan lainnya, dan akhirrnya adalah memakan makanan yang diberikan secara cut and carry berupa rumput dan makanan penguat untuk Rusa Jawa di Cariu, dan hanya makanan penguat saja untuk Rusa Jawa di Ranca Upas.

Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian Craigjead et al., (1973) terhadap Elk (Cervus elaphus canadensis), dan Junaeni (1995), tetapi berbeda dengan hasil penelitian Zhang (2000b) terhadap Chinese Water Deer di Whipsnade Wild Animal Park Inggris, dimana waktu yang digunakan untuk makan merupakan aktivitas yang terbesar dari total waktu aktifitas hariannya yaitu sebesar 50,4%, berikutnya adalah istirahat 37,2% dan aktifitas lainnya sebesar 12,4%.

Tabel 3. Persentase Penggunaan Waktu Aktifitas Harian Rusa Jawa di Cariu

dan Ranca Upas Dalam Waktu 12 Jam

No

Kegiatan Aktifitas Harian

Persentase dari total waktu yang digunakan

Signifikansi

Cariu

Ranca Upas

1

2

3

4

Istirahat

Merumput di pedok

Memakan makanan yang diberikan (cut and carrry)

Kegiatan lainnya

41,78

26,76

10,47

20,99

54,19

42,94

1,36

1,51

*(P<0,05)

** (P<0,01)

** (P<0,01)

** (P<0,01)

Perbedaan ini kemungkinan besar disebabkan oleh jenis rusa serta perbedaan mengenai perubahan musim pada tempat tersebut. (Morrier dan McNell, 1991; Defler, 1995), selain itu perbedaan ini kemungkinan karena adanya perbedaan manajemen pemeliharaan Rusa Jawa di Cariu dan Ranca Upas, yaitu antara lain adanya pemberian makanan tambahan (makanan penguat) serta cara pemberian makan secara cut and carry pada Rusa Jawa di Cariu yang tidak dilakukan pada Rusa Jawa di Ranca Upas.

Kegiatan mencari perlindungan (shelter seeking) lebih nampak dilakukan kelompok rusa di Cariu, yaitu mencari perlindungan di bawah pohon atau pada tempat perlindungan yang tersedia untuk itu. Rusa lebih banyak berlindung di bawah pohon terutama pada saat menunggu makan pagi, siang atau sore. Pada saat berlindung sering kali kegiatan yang dilakukan adalah grooming yang dilakukan antara induk dengan anak atau antara rusa dewasa dengan rusa dewasa lainnya bahkan antara anak dengan rusa jantan dewasa. Grooming biasanya merupakan kegiatan mencari kutu atau membersihkan kotoran pada badan. Grooming biasanya berlangsung singkat, yaitu antara 1- 5 menit. Pada saat berlindung, tidak terjadi pemisahan kelompok yang jelas pada rusa yang dipelihara pada kedua tempat penelitian, dimana pada saat berlindung di bawah pohon bisa terjadi 3 atau 4 kelompok, dan tiap kelompok dapat terdiri dari semua kelompok umur baik yang jantan maupun betina, walaupun demikian, pada saat berisitrahat, anak yang belum disapih atau masih menyusu, selalu berada dekat induknya. Pada saat berlindung dan beristirahat, tingkah laku sosial selain grooming, juga sit side by side yaitu duduk berdampingan pada jarak yang berdekatan kurang dari 2 m dan tidak melakukan aktifitas makan.

Pada saat beristirahat, selain memamah biak, rusa sering kali tidur. Pada saat tidur, posisi tidur mirip dengan sapi, kambing atau domba, dimana pada saat tidur, badannya dibaringkan pada salah satu sisi, biasanya pada sisi kanan, dan kepala diletakkan dengan dagu diatas tanah pada saat tidur nyenyak. Pada saat tidur tidak nyenyak, walaupun badannya direbahkan, tetapi kepala tetap tegak tidak meletakkan dagu di atas tanah. Walaupun demikian, dalam keadaan tidur, telinga selalu bergerak-gerak dan aktif untuk mendengarkan suara yang ada di sekelilingnya. Daun telinga dapat digerakkan ke segala arah, tanpa menggerakkan kepalanya.

Pada Rusa Jawa yang dipelihara di Ranca Upas, jarang terlihat beristirahat di bawah tempat berlindung (shelter) karena di Ranca Upas tidak terdapat pohon atau shelter yang berada di tengah pedok. Walaupun ada shelter yang terletak di bagian pinggir pagar, tetapi penempatan tempat berlindung tidak tepat, jarang digunakan oleh rusa untuk berlindung, karena letaknya dekat dengan pagar dan dekat jalan yang sering digunakan oleh penduduk atau pengunjung perkemahan. Apalagi rusa yang dipelihara di Ranca Upas terlihat lebih liar dibandingkan dengan rusa di Cariu, sehingga rusa merasa takut untuk berlindung di shelter tersebut. Kebanyakan yang memanfaatkan shelter untuk berlindung adalah rusa yang berasal dari Jakarta yang telah jinak. Untuk berlindung dan beristirahat, rusa di Ranca Upas lebih senang bersembunyi di semak-semak yang terdapat di pedok. Walau demikian kelompok rusa kadang-kadang juga berteduh di bawah shelter, terutama bila terjadi hujan sangat lebat dan berkabut, serta suasana di dekat shelter sepi. Rusa berteduh di bawah shelter umumnya tidak lama, sekitar 5 - 20 menit saja. Hal ini berbeda dengan rusa di Cariu, bila berteduh di bawah shelter bisa mencapai 2 jam.

Perbedaan lamanya waktu berteduh di bawah shelter selain disebabkan tidak adanya shelter di Ranca Upas, juga disebabkan oleh temperatur udara dan kelembaban udara di kedua tempat tersebut yang jauh berbeda, dimana pada temperatur udara yang tinggi dengan kelembaban udara yang rendah seperti di Cariu, rusa relatif lebih sering berteduh (Darnawi, 1994; Takandjandji, 1995; Junaeni, 1995; Takandjandji dan Sinaga, 1997).

Pada Rusa Jawa yang dipelihara di Cariu dan Ranca Upas juga terdapat tingkah laku berkemah (Camping behaviour) yaitu tinggal atau tidur pada tempat ketinggian dalam cuaca dingin dan dekat tempat terlindung atau teduh bila cuaca panas seperti pada domba (Hafez et al., 1969), hal ini juga terjadi pada White-tail Deer (Moen, 1973).

Tingkah laku memeriksa (investigatif) yang terjadi pada rusa pada saat bertemu dengan orang atau hewan lain yang belum dikenal atau merupakan predator. Tingkah laku memeriksa yang dilakukan oleh rusa baik di Cariu maupun di Ranca Upas hampir sama, yaitu rusa berdiri tegak, tanpa bergerak, kepala didongakkan, ekor tidak digerakkan dan ditutupkan ke arah dalam, daun telinganya bergerak-gerak ke arah datangnya pengganggu tanpa menggerakkan kepalanya. Rusa dalam sikap mengawasi ini dapat berdiri tegak hingga 10 menit lamanya. Perbedaan sikap mengawasi antara rusa di Cariu dan Ranca Upas adalah respon rusa terhadap adanya pengganggu yaitu hewan lain atau orang asing yang belum dikenal, pada rusa di Cariu kurang cepat memberikan respon terhadap kehadiran orang asing yang belum dikenal serta hewan lain dibandingkan dengan rusa yang dipelihara di Ranca Upas. Hal ini disebabkan karena rusa di Cariu tidak begitu mudah stres dan lebih jinak dibandingkan dengan rusa di Ranca Upas, dan ini dapat ditunjukkan dengan tingkah laku rusa di Cariu yang tidak cepat berlari bila melihat orang yang tidak dikenal atau gerakan tiba-tiba yang dapat mengejutkan. Perbedaan tingkah laku ini kemungkinan besar dipengaruhi oleh Flight distance (Jarak Melarikan Diri) yaitu, jarak terdekat antara manusia dengan rusa yang dapat diterima oleh rusa sebelum rusa tersebut lari menghindar. JMD pada rusa di Cariu hanya sekitar 2,5 - 10 m jauh lebih kecil dibandingkan dengan JMD di Ranca Upas 25 - 50 m. JMD ini berpengaruh terhadap respon dari sifat memeriksa (Scott, 1969; Mackay, 1997; Sinclair, 1998)

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari penelitian ini dapat disimpulkan:

1) Pada kedua lokasi penangkaran aktifitas harian (selama 12 jam) yang utama berturut-turut turut adalah: istirahat, merumput di pedok, memakan makanan yang diberikan (secara cut and carry) , dan untuk kegiatan lainnya

2) Aktifitas harian Rusa Jawa di Cariu vs Ranca Upas: a) lama istirahat (nyata), b) merumput di pedok (sangat nyata), c) memakan makan yang diberikan (secara cut and carry) (sangat nyata), dan d)untuk kegiatan lainnya (sangat nyata)

3) Perbedaan ini disebabkan karena perbedaan manajemen penangkaran pada kedua penangkaran tersebut

Dari hasil penelitian ini disarankan untuk dapat dilakukan penelitian lebih lanjut dengan mengamati aktifitas harian rusa selama 24 jam dengan menggunakan peralatan yang lebih canggih seperti penggunaan teropong malam (night vision) sehingga aktifitas rusa pada malam hari dapat diamati dengan lebih jelas dan sempurna

DAFTAR PUSTAKA

Alikodra, H. 1990. Pengelolaan Satwa Liar. Ditjen Dikti, PAU Ilmu Hayat, IPB,

Bogor.

Barrett, J.M., P. Abramoff, A.K. Kumaran, W.F. Millington. 1986. Biology.

Marquette University. Prentice-Hall, Englewood Cliffs, N.J., USA.

Baluran National Park. 1995. Ecotourism site Baluran National Park. Baluran

National Park, Banyuwangi.

Craigjead, J.J., F.C. Craigjead Jr., F.L. Ruff, B.W. O'Gara. 1973. Home ranges

activity Patterns of nonmigratory Elk of the Madison drainage herds as

determined by Biotelemetry. Wildl. Monogr., 33: 1-50

Darnawi. 1994. Pengaruh Tipe Vegetasi Terhadap Pola Perilaku Rusa Jawa

(Cervus Timorensis) di Pulau Peucang, Taman Nasional Ujung Kulon.

Laporan Penelitian. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas

Kehutanan.IPB. Bogor.

Defler, T.R. 1995. The time budget of a group of wild wooly monkeys

(Lagothrix lagotricha. Int. J. Primatology, 16:107-120.

Junaeni, N. 1995. Studi Faktor-faktor Penentu Perilaku Anak Rusa Jawa

(Cervus timorensis floresiensis) di Pulau Rinca, Taman Nasional

Komodo, Nusa Tenggara Timur. Laporan Penelitian, Jurusan Konservasi

Sumberdaya Hutan, Fak. Kehutanan, IPB, Bogor.

Mackay, B. 1997. Deer Farming. The New Rural Industries. A handbook for

Farmers and Investors. Gawler, Australia. P.31-38.

Moen, A.N. 1973. Wildlife Ecology: An Analytical Approach. W.H. Freeman

and Co., San Francisco.

Morrier, A., R. McNell, 1991. Time-activity budget of Wilson and

Semipalmated plovers in a tropical environment. Wilson bulletin, 103:598-620.

Scott, J.P. 1969. Introduction to Animal Behaviour.. In: The Behaviour of

Domestic Animals. E.S.E. Hafez (ed). The Williams & Wilkins Co.

Baltimore, USA. p 31-21.

Sinclair, S. 1998. Deer Farming in Queensland. Rusa Deer Management. DPI

note, Department of Primary Industries Queensland, Brisbane, Australia.

Susanto, M. 1980. Habitat dan Tingkah Laku Rusa di Indonesia. Makalah,

Kursus Pengelolaan Konservasi Lingkungan Angkatan II, Ciawi, Bogor.

Takandjandji, M.1995. Penangkaran Rusa Timor di Oilsonbai dan

Permasalahannya. Balai Penelitian Kehutanan Kupang, Kupang.

Takandjandji, M., M. Sinaga. 1997. Teknik Penangkaran Rusa Timor. Aisuli,

Vol1.Tahun 1997. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan,

Balai Penelitian Kehutanan, Kupang.

Zhang, E. 2000a. Ingestive Behaviour of The Chinese Water Deer. East China

Normal University, Shanghai, PR China. Zool. Research Vol.1,

Feb.21: 88 - 91

Zhang, E. 2000b. Daytime activity budgets of the Chinese water deer.

Mammalia. t. 64 no. 2: 163-172.